Baca sebelumnya postingan gue di : Pengalaman Live On Board – Sailing Komodo Flores

Gue mencoba merebahkan diri di atas atap kapal. Menatap jutaan bintang di langit. Menyadari bahwa rasi bintang itu memang benar terlihat jelas dari lautan. Mengerti kenapa dulu pelaut begitu ulung membaca astrologi karena bintanglah satu-satunya peta alam yang mereka miliki.

Angin laut yang hangat dan kapal yang bergoyang benar-benar membuai tubuh lelah ini. Belum lagi saat gue mengintip ke bawah laut, melihat percikan di samping deburan ombak yang menabrak kapal, gue melihat ada banyak plankton biru dan kuning cerah seperti kunang-kunang yang berlarian. Indah.

Pagi harinya, sepertinya memang sedikit terlambat kapal kami berlabuh ke Gili Lawa. Andai saja kami tiba sebelum matahari terbit, alangkah indahnya pemandangan Gili Lawa saat sunrise seperti yang diceritakan orang-orang.

Kapal kami berlabuh sekitar pukul 08.00 pagi. Dan saya sudah cukup fit hari itu. Alhamdulillah. Karena hari itu dirasa akan berat mengingat kami harus trekking dan snorkeling berkali-kali dalam satu hari.

Semangat 45, gue yang pertama kali dijemput sampan untuk mencapai daratan. Sibuk menyiapkan perlengkapan dokumentasi, gue dan aa memulai trekking.

Sedikit ngeri jika melihat tujuan kami. Puncak Gili Lawa terlihat begitu tinggi. Gue bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa mencapainya.

trekking gili lawa

Di awal trekking kami masih bisa ketawa-ketiwi. Beberapa kali menghabiskan jatah air mineral, gue merasa mual kembali.

Jalur trekking Gili Lawa yang terjal dan meliuk-liuk, belum lagi panas yang menyengat membuat seluruh badan meronta lelah. Belum setengah perjalanan, gue sudah terpana dengan keindahan yang disajikan. Kedua ujung Gili Lawa Laut dan Gili Lawa Darat yang hampir bertaut, dibingkai oleh birunya laut, menjadi icon Flores yang sering gue lihat di media sosial, kini ada di depan mata gue sendiri. Priceless…

Journey of Gili Lawa

“aa… ayo ajak Phantom terbang…”

Aa ngeluarin isi tas ranselnya. Mumpung teman sekapal belum ada yang menyusul, kita mau terbangin Phantom.

Gue udah sibuk membayangkan betapa kerennya aerial video kami di Gili Lawa. Namun baru beberapa detik terbang, si aa langsung menjerit…

“Astagfirullah, neng… tangkap lagi Phantom!”

“Loh kenapa??”

“Udah tangkap dulu aja!”

Setengah panik setengah bingung, gue tangkep Phantom yang terbang rendah kea rah gue.

“Kenapa a?” Tanya gue lagi setelah Phantom mendarat mulus di atas tanah.

Aa cengengesan. Gue udah ga enak hati.

“Hehe… aa lupa ga masukin memori ke Phantom.”

Dhuaarrrr !!!! Anjrittttt, gebleeekkkkk !!! Semua sumpah serapah pengen rasanya nendang aa biar meluncur ke laut. Jadi daritadi gue berat bawa ransel, ternyata si Phantom kaga dikasih memori?? Duh, Gustiiiiiii….

Dengan wajah bête gue meneruskan trekking. Si aa udah teriak-teriak, “loh neng kok tasnya ga dibawa lagi?”

Gue cemberut. “Bodo !! Salah aa ga bawa memori, sekarang aa bawa aja sendiri semua ranselnya.”

Dan gue melenggang kangkung menuju puncak Gili Lawa yang luarrrr biasa panas itu.

DSC00799

Begitu sampai puncak, gue baru nyadar kalau air mineral gue udah abis dan aa sama sekali belum minum. Jadi ga tega, mana dia belum nongol-nongol.

Akhirnya sambil menunggu dia, gue sibuk mengagumi betapa indahnya lukisan Allah ini. Serius, ini indah maksimal.

DSC00796

Mungkin banyak orang menganggap foto Gili Lawa adalah sesuatu yang mainstream. Tapi tetap saja pemandangan ini ga pernah bosan untuk dikagumi.

Note :tolong abaikan warna kulit yang eksotis ini, bukti kalau gue bener-bener liburan!! LOL

view og gili lawa island

 

gili lawa flores

 

gili lawa in love

Setelah ga sanggup untuk membakar kulit lagi, kita memutuskan untuk turun melalui jalur yang lebih landai. Jalur pulang pun tak kalah epic untuk diabadikan. Berkali-kali gue berhenti melangkah hanya untuk berputar melihat keajaiban alam yang indah ini.

DSC00811

 

DSC00821

 

DSC00825

Tak butuh waktu lama untuk sampai di Manta Point. Lokasi ini dipenuhi oleh ratusan Pari Manta yang sedang mencari makan. Jangan teriak-teriak kaya orang ndeso ya kalau kamu bisa ngeliat banyak Manta yang melayang rendah di permukaan laut sehingga bisa terlihat kilapnya sayap kulit mereka yang hitam selebar hingga 8 meter itu hanya dari atas kapal !!!

 

Ingin pengalaman yang lebih spektakuler?? Ya nyelup dong ke laut !! Maka kamu akan merasakan sensasi mendebarkan dimana banyak Manta berenang kalem di bawah mata kamu, atau kadang berkeliling berenang di sampingmu, atau bahkan kalau kamu seorang freediver yang hebat, seringkali kamu akan mendapatkan Manta raksasa sedang berenang di atas kepalamu !!!

Tapi hati-hati ya, karena Manta senang berada di arus yang kuat. Sehingga kamu harus cukup tahu diri untuk tidak membiarkan tubuh kamu terbawa arus terlalu jauh.

Oke, setelah puas berenang bersama Manta, kapal kami berlayar menuju Pink Beach. Sebuah pantai langka karena memiliki pasir berwarna pink ini digadang-gadang menjadi salah satu dari tujuh pantai di dunia yang memiliki pasir berwarna pink kemerahan.

Jika dilihat dari dekat, mungkin warna pink nya ga terlalu kelihatan. Tapi kalau dilihat di jauh, memang terlihat gradasi unik antara pasir pink dan air laut yang tosca.

Di Pink Beach ternyata koleksi terumbu karangnya lebih bagus lagi dibandingkan di Satonda. Warna terumbunya seperti yang gue lihat di Wakatobi. Berwarna-warni kaya pelangi. Bahkan aa melihat ada ikan unik yang belakangan kita tahu namanya , adalah ikan metamorphosis terhebat di dunia.

Sayangnya gue ga bisa berlama-lama snorkeling disana karena waktu gue cukup mepet mengejar sunset di Pulau Padar. Jika teman sekapal lainnya memilih berlama-lama di Pink Beach, maka gue dan aa menyewa kapal untuk mengantarkan kami ke Padar. Biayanya 400.000, dengan perjanjian kami diantarkan kembali ke Kelor Island, tempat dimana kapal kami akan bermalam.

Perjalanan dari Pink Beach ke Padar sekitar 1 jam. Ada yang menarik karena ternyata gue ngeliat satu pantai yang pasirnya jauh lebih pink daripada PINK BEACH. Bahkan ini merah banget. Ternyata, itulah yang bernama Pantai Namo. Kata empunya perahu, jika memungkinkan balik dari Padar kita dianter kesana karena snorkeling disana lebih cantik daripada di Pink Beach !!!

Ahhhh….

Semangat 45, jam 4 sore itu dengan mengerahkan tenaga yang tersisa saya mendaki puncak Padar.

trekking padar island

 

view of padar island

 

journey of padar flores

 

travelingg padar island flores

 

 

Kali ini tak lupa membawa memori untuk si Phantom, akhirnya kita berhasil menerbangkan Phantom di puncak Pulau Padar. Yippieee !!!!

IMHO, Pulau Padar ini lebih cantik daripada Gili Lawa. Keunikan yang dimiliki, yang ga bisa gue pahami sampai sekarang adalah kenapa tiga pantai di pulau ini memiliki lekukan yang simetris. Cantik maksimal. Cuma sayang karena kedatangan kami sudah terlalu sore, warna laut Padar tidak seterang Gili Lawa. Namun kami yakin jika kamu datang besok pagi di saat cuaca cerah, foto Pulau Padar bisa 10x lipat lebih cantik daripada yang kami miliki !!!

sunset padar island

Dan kami pun menghabiskan sore itu di pantai Padar ditemani kelapa muda segar.

Cerita selanjutnya, bertemu si Monster Komodo di postingan “Komodo dan Rinca, Tanah Dimana Binatang Purba dan Manusia Bertetangga”

 

Leave a comment